Tuesday, 28 February 2017

Rabu Abu dalam Hidup Orang Katolik

sumber gambar : google.com

Makna Rabu Abu
Tepat pada hari rabu tanggal 1 Maret 2017, semua umat Katolik di penjuru dunia merayakan Rabu Abu. Peristiwa ini diperingati dengan menandai diri dengan abu yang diberikan oleh imam di Gereja masing-masing. Hal ini menandakan umat Katolik akan memasuki masa pantang dan puasa.
Lalu sebenarnya apa makna dari Rabu Abu tersebut dan mengapa orang Katolik menandai diri dengan abu setiap menjelang pra paska ?
Menurut Diakon Yonas yang saat ini bertugas di Samarinda, kata Abu itu sendiri muncul dari beberapa kali bersamaan dengan kata Debu. Debu adalah benda terkecil yang sifatnya tidak ada artinya, mengotori, tak berguna dan tak bermanfaat namun masih bisa dilihat. “Sementara Abu mengacu pada sisa-sisa benda-benda yang dibakar,” kata Diakon Yonas ketika di hubungi via messenger.
Ia menambahkan, mengacu pada kemusnahan sesuatu yang ada menjadi tiada, kesia-siaan, , dan tidak punya arti lagi. “Abraham ketika Ia berbicara dengan Tuhan, mengakui dirinya hanyalah debu dan abu (Kej. 18:27),” jelasnya.
Dalam Kitab Ayub (Ayb. 42 : 6) juga dikatakan, “Ayub bertibat dalam debu dan abu” . Dengan pengertian singkat ini, dapat ditarik makna mengenai penerimaan abu. Penerimaan di dahi kita melambangkan kita melihat siapa diri kita di hadapan Allah. Tuhanlah Allah, Raja atas diri kita, sementara kita bukanlah apa-apa, tidak berarti, seorang hamba sahaya, tetapi dikasihi olehNya.
Menjadi debu dan abu artinya kita meningalkan kedirian kita, dengan segala kesombongan, sifat egois, segala hal-hal yang merusak identitas kita sebagai anak-anak Allah, yang telah ditebus oleh Darah Putra Allah.
Kesadaran bahwa diri kita adalah debu membantu kita untuk melihat dan menilai orang lain. Kita semua berasal dari debu tanah dan akan kembali menjadi debu, maka tidak perlu ada yang disombongkan lagi. Tidak perlu seorangpun merasa lebih hebat dari orang lain lalu memandang rendah orang lain.

Alasan Orang Katolik selau Mengikuti Rabu Abu
Orang Katolik mengikuti penerimaan pengolesan Abu di dahi ini sebagai bentuk kerendahan hati bahwa semuanya memiliki dosa dan kelemahan serta ketidakpantasan berdiri di hadapan Allah yang membalas kasih. Dengan kesadaran ini maka setiap orang Katolik akan melihat bahwa penerimaan abu ini sebagai kesempatan yang baik untuk menyatakan diri sebagai orang yang berdosa, baik itu dihadapan Allah dan juga dihadapan sesama.
Namun bila ada orang Katolik tidak menerima pengolesan abu ini ada dua kemungkinan. Pertama, tidak adanya kesempatan untuk menerima abu dan saat hari Rabu Abu yang dikarenakan banyaknya tugas yang tidak mungkin ditinggalkan. Bisa jadi, sedang berjalan dalam perjalanan jauh dan banyaknya tugas yang tidak mungkin ditinggalkan. Bisa jadi sedang dalam perjalanan jauh dan lain sebagainya.
Kedua, mereka yang merasa bahwa tidak pernah melakukan dosa dan kesalahan maka apa gunanya menerima abu.
Ayat Kitab Suci Yang Mengharuskan mengikuti Rabu Abu
Dalam Ayub 42 : 6 berbunyi “Ayub bertobat dalam debu dan abu”. Nabi Yehezkiel menyerukan pertobatan kepada Israel dengan menaruh abu di atas kepala dan berguling dalam debu (Yeh. 27 : 30). Raja Niniwe setelah mendengar nubuat penghukuman yang disampaikan Yunus. Raja ini menyesal dan duduk diatas debu (Yun. 3 : 4).

Asal Usul Rabu Abu
Pengunaan abu dalam liturgi sudah berasal dari jaman Perjanjian Lama. Kemudian lagi bahwa Abu melambangkan sebagai perkabungan, ketidakabadian dan sesal/tobat. Hari Rabu sebagai awal mulainya penerimaan abu terhitung sebagai awal untuk masa puasa dan pantang selama 40 ahri sebelum masa paskah ( pengecualian hari Minggu tidak masuk dalam masa pertobatan ).
Puasa selama empat puluh hari ini mengacu pada puasa Musa selama 40 ahri di Gunung Sinai. Dan juga Yesus berpuasa selama empat puluh hari sebelum memulai karyaNya ditengah publik.

Pesan Diakon Yonas untuk Umat Katolik memasuko Prapaskah
Untuk umat Katolik yang akan memasuki pra paskah, kesempatan yang baik untuk melihat kembali perjalanan hidup yang lalu. Tidak ada tindakan, baik sikap dan perbuatan itu lepas dari kesalahan dan kelemahan. Menusia begitu istimewa karena diberi anugerah oleh Allah untuk melihat kembali perjalanan masa lalu dan memperbaiki yang kurang dan rusak oleh perbuatan itu. Maka selama masa Prapaskah ini kita semua diajak untuk melakukan pertobatan silih untuk memperbaiki sikap kita, baik dihadapan Allah dan semua. Pergunakan waktu yang berahmat ini dengan sebaik-baiknya demi mencapai tujuan hidup yang sempurna.

Untuk semua umat Katolik selamat menjalankan pantang dan puasa dan semoga dalam prapaskah kali ini kita semakin baik dan bisa bertobat serta selalu setia kepada Tuhan Yesus.

Oleh : Isa Oktaviani (HKI/KMK Untan)


No comments:

Post a Comment