sumber gambar : google.com
Makna
Rabu Abu
Tepat
pada hari rabu tanggal 1 Maret 2017, semua umat Katolik di penjuru dunia
merayakan Rabu Abu. Peristiwa ini diperingati dengan menandai diri dengan abu
yang diberikan oleh imam di Gereja masing-masing. Hal ini menandakan umat
Katolik akan memasuki masa pantang dan puasa.
Lalu
sebenarnya apa makna dari Rabu Abu tersebut dan mengapa orang Katolik menandai
diri dengan abu setiap menjelang pra paska ?
Menurut
Diakon Yonas yang saat ini bertugas di Samarinda, kata Abu itu sendiri muncul
dari beberapa kali bersamaan dengan kata Debu. Debu adalah benda terkecil yang
sifatnya tidak ada artinya, mengotori, tak berguna dan tak bermanfaat namun
masih bisa dilihat. “Sementara Abu mengacu pada sisa-sisa benda-benda yang dibakar,”
kata Diakon Yonas ketika di hubungi via messenger.
Ia
menambahkan, mengacu pada kemusnahan sesuatu yang ada menjadi tiada,
kesia-siaan, , dan tidak punya arti lagi. “Abraham ketika Ia berbicara dengan
Tuhan, mengakui dirinya hanyalah debu dan abu (Kej. 18:27),” jelasnya.
Dalam
Kitab Ayub (Ayb. 42 : 6) juga dikatakan, “Ayub bertibat dalam debu dan abu” .
Dengan pengertian singkat ini, dapat ditarik makna mengenai penerimaan abu.
Penerimaan di dahi kita melambangkan kita melihat siapa diri kita di hadapan
Allah. Tuhanlah Allah, Raja atas diri kita, sementara kita bukanlah apa-apa,
tidak berarti, seorang hamba sahaya, tetapi dikasihi olehNya.
Menjadi
debu dan abu artinya kita meningalkan kedirian kita, dengan segala kesombongan,
sifat egois, segala hal-hal yang merusak identitas kita sebagai anak-anak
Allah, yang telah ditebus oleh Darah Putra Allah.
Kesadaran
bahwa diri kita adalah debu membantu kita untuk melihat dan menilai orang lain.
Kita semua berasal dari debu tanah dan akan kembali menjadi debu, maka tidak
perlu ada yang disombongkan lagi. Tidak perlu seorangpun merasa lebih hebat
dari orang lain lalu memandang rendah orang lain.
Alasan Orang Katolik selau Mengikuti
Rabu Abu
Orang
Katolik mengikuti penerimaan pengolesan Abu di dahi ini sebagai bentuk
kerendahan hati bahwa semuanya memiliki dosa dan kelemahan serta
ketidakpantasan berdiri di hadapan Allah yang membalas kasih. Dengan kesadaran
ini maka setiap orang Katolik akan melihat bahwa penerimaan abu ini sebagai
kesempatan yang baik untuk menyatakan diri sebagai orang yang berdosa, baik itu
dihadapan Allah dan juga dihadapan sesama.
Namun
bila ada orang Katolik tidak menerima pengolesan abu ini ada dua kemungkinan.
Pertama, tidak adanya kesempatan untuk menerima abu dan saat hari Rabu Abu yang
dikarenakan banyaknya tugas yang tidak mungkin ditinggalkan. Bisa jadi, sedang
berjalan dalam perjalanan jauh dan banyaknya tugas yang tidak mungkin
ditinggalkan. Bisa jadi sedang dalam perjalanan jauh dan lain sebagainya.
Kedua,
mereka yang merasa bahwa tidak pernah melakukan dosa dan kesalahan maka apa
gunanya menerima abu.
Ayat Kitab Suci Yang Mengharuskan
mengikuti Rabu Abu
Dalam
Ayub 42 : 6 berbunyi “Ayub bertobat dalam debu dan abu”. Nabi Yehezkiel
menyerukan pertobatan kepada Israel dengan menaruh abu di atas kepala dan
berguling dalam debu (Yeh. 27 : 30). Raja Niniwe setelah mendengar nubuat
penghukuman yang disampaikan Yunus. Raja ini menyesal dan duduk diatas debu
(Yun. 3 : 4).
Asal Usul Rabu Abu
Pengunaan
abu dalam liturgi sudah berasal dari jaman Perjanjian Lama. Kemudian lagi bahwa
Abu melambangkan sebagai perkabungan, ketidakabadian dan sesal/tobat. Hari Rabu
sebagai awal mulainya penerimaan abu terhitung sebagai awal untuk masa puasa
dan pantang selama 40 ahri sebelum masa paskah ( pengecualian hari Minggu tidak
masuk dalam masa pertobatan ).
Puasa
selama empat puluh hari ini mengacu pada puasa Musa selama 40 ahri di Gunung
Sinai. Dan juga Yesus berpuasa selama empat puluh hari sebelum memulai karyaNya
ditengah publik.
Pesan Diakon Yonas untuk Umat Katolik
memasuko Prapaskah
Untuk
umat Katolik yang akan memasuki pra paskah, kesempatan yang baik untuk melihat
kembali perjalanan hidup yang lalu. Tidak ada tindakan, baik sikap dan
perbuatan itu lepas dari kesalahan dan kelemahan. Menusia begitu istimewa
karena diberi anugerah oleh Allah untuk melihat kembali perjalanan masa lalu
dan memperbaiki yang kurang dan rusak oleh perbuatan itu. Maka selama masa
Prapaskah ini kita semua diajak untuk melakukan pertobatan silih untuk
memperbaiki sikap kita, baik dihadapan Allah dan semua. Pergunakan waktu yang
berahmat ini dengan sebaik-baiknya demi mencapai tujuan hidup yang sempurna.
Untuk semua umat Katolik selamat menjalankan pantang dan puasa dan semoga dalam prapaskah kali ini kita semakin baik dan bisa bertobat serta selalu setia kepada Tuhan Yesus.
Oleh : Isa Oktaviani (HKI/KMK Untan)