kmkuntan - Maraknya berita bohong yang disebar secara bebas didunia maya dirasa sangat penting menjadi bahan diskusi bagi siapapun.
Ternyata, hal ini sedikit mengelitik Romo Astanto selaku Pastor Moderator Mahasiswa. Ia mengatakan, tidak ada rencana untuk berdiskusi dengan kawan lama yang merupakan tokoh aktif di media besar Jakarta. "Jadi, jumat malam itu kami ngobrol santai di Hotel sambil diskusi. Nah, jadi saya sarankan bagaimana untuk bertemu anak muda untuk berdiskusi tentang ini (Sosmed Cerdas)," ungkapnya disela-sela memberi sambutan, Minggu (29/1).
Ia menambahkan, diskusi ini dirasa sangat perlu agar kita sebagai pengguna sosial media (sosmed) dapat menggunakannya dengan baik bahkan bisa menjadi produsen, bukan konsumtif yang tidak memahami sosmed.
Teman diskusi yang dihadirkan ternyata bukan orang sembarangan, dia adalah Heri yaitu board member quality control Kompas di Jakarta.
Diskusi yang dilaksanakan di Aula Gereja Keluarga Kudus ini dihadiri oleh beberapa pengurus Keluarga Mahasiswa Katolik Untan, staff Paroki Keluarga Kudus dan Umat Keluarga Kudus.
Dalam kesempatan nya memberikan materi, Heri menjelaskan pola-pola yang ada didunia maya. Banyak cara yang orang lakukan untuk memviralkan sesuatu. Menurutnya, jabatan bukanlah ukuran agar postingan menjadi viral (banyak dibicarakan) tetapi bagaiaman pengaruh. "Ada banyak orang yang bukan artis memiliki banyak followers karena memang postingannya menyejukkan," ungkapnya.
Ia menambahkan, media sosial sangat berperan penting karena penyebaranyan cepat, bahkan media "abal-abal" bisa lebih cepat dari media mainstream. Namun, menurut Heri, masyarakat harus menggunakan sosmed dengan tepat. "Jadi, boleh saja menuliskan hal-hal yang unik. Sebagai contoh, tidak semua yang main naga atau barongsai itu orang Tionghoa, tapi ada juga orang Jawa," tuturnya.
Heri menambahkan, lebih baik membuat tulisan yang menyiarkan fakta tentang keberagaman agar diketahui banyak orang.
Tak hanya itu, Heri memberi pesan agar masyarakat tidak terpancing dengan berita-berita yang mengandung provokasi. "Biasanya ada media online yang namanya dimirip-miripkan dengan media besar," ungkapnya.
Hal tersebut dilakukan tidak lain adalah untuk mengejar dollar dari iklan yang masuk, sehingga sengaja dibuat dengan judul-judul yang provokatif.
"Untuk mencegah itu, kita harus buat daftar media abal-abal dan media yang kredibel," jelasnya.
Heri berharap, semua terlibat untuk menuliskan hal-hal baik, terutama kaum muda. Ia mengatakan, bukan hal yang sulit untuk menulis. "Menulis itu bagai belajar berenang atau bersepeda, ya harus diulang-ulang, selain itu, perbanyak membaca karena 50% tulisan itu didapat dari hasil membaca," tutupnya.
Penulis : HKI (Isa Oktaviani)